Suatu malam, aku duduk sendirian di kamar. Lampu kamar nggak terlalu terang, cuma cukup buat lihat pantulan bayangan di kaca. Entah kenapa malam itu terasa lebih tenang dari biasanya. Mungkin karena untuk pertama kalinya setelah sekian lama… aku nggak lagi marah sama diriku sendiri.
Dulu, aku sering banget ngerasa nggak cukup. Selalu ada yang kurang. Selalu ada yang harus dikejar biar bisa dibilang “berhasil”. Sampai akhirnya, aku capek sendiri. Bukan karena gagal, tapi karena terus-terusan berusaha jadi versi sempurna dari diriku — yang ternyata nggak pernah benar-benar ada.
Pelan-pelan aku sadar, aku nggak perlu jadi sempurna untuk merasa cukup. Aku cuma perlu jujur sama diri sendiri — bahwa aku juga manusia, yang bisa salah, bisa gagal, bisa belajar, dan bisa tumbuh dari situ.
Aku mulai memaafkan diriku di masa lalu, atas semua hal yang dulu nggak aku tahu. Atas keputusan-keputusan yang mungkin sekarang terlihat bodoh, tapi waktu itu cuma itu yang bisa aku lakukan. Aku berhenti menyalahkan masa lalu, karena tanpa itu semua, aku nggak akan sampai di titik sekarang.
Aku juga belajar menerima kalau ada hal-hal yang memang di luar kendaliku. Nggak semua harus berjalan sesuai rencana, dan ternyata… itu nggak apa-apa. Kadang hidup punya cara sendiri buat nunjukin arah yang lebih baik, bahkan kalau awalnya kelihatan berantakan.
Lalu aku mulai berhenti membandingkan perjalananku dengan pencapaian orang lain. Karena setiap orang punya waktunya masing-masing. Dan yang terlihat “lebih cepat” belum tentu lebih bahagia. Yang penting bukan siapa yang sampai duluan, tapi apakah kita benar-benar menikmati perjalanan itu.
Aku juga belajar berhenti mendengarkan omongan orang yang nggak membangun. Karena ternyata, banyak suara di luar sana yang cuma berisik, tapi nggak ngerti apa yang sedang kita perjuangkan. Sekarang aku lebih milih dengerin diriku sendiri — dan orang-orang yang benar-benar peduli.
Dan akhirnya, aku sadar… kebahagiaanku adalah tanggung jawabku sendiri.
Bukan orang lain, bukan pekerjaan, bukan pencapaian. Tapi bagaimana aku memperlakukan diriku setiap hari. Bagaimana aku belajar sabar, belajar menghargai proses, dan tetap lembut sama hati sendiri meski dunia kadang keras.
Sekarang, aku nggak lagi sibuk ngejar jadi “sempurna”. Aku cuma mau jadi “tenang”.
Dan ternyata, itu lebih dari cukup.

Leave a Reply